Judul : Akar Dan Dalang Pembantaian Manusia Tak
Berdosa Dan Penggulingan Bung Karno
Penulis : Suar Suroso
Penerbit
: Ultimus [Bandung]
Tahun
Terbit : September 2013
Tebal
Halaman : 264 + xxx
Rasanya
baru akun twitter penerbit Ultimus yang menyajikan kultwit dengan jumlah
kicauan yang cukup epic. Lebih dari 1000 twit meluncur dengan tagar AkarDalang,
berisi cukilan-cukilan singkat dari naskah buku yang berjudul lengkap Akar Dan Dalang Pembantaian Manusia Tak Berdosa
Dan Penggulingan Bung Karno. Bukan kesimpulan yang menjadi spoiler, tapi
benar-benar bagian dari isi buku yang diurutkan dari awal hingga akhir naskah. Sebelumnya
Ultimus telah banyak membukukan tulisan-tulisan berupa memoar, puisi, ataupun
essay dari orang-orang yang sedikitnya pernah kehilangan haknya sebagai manusia
bebas akibat huru-hara politik Indonesia pada 1965. Buku ini adalah salah
satunya. Ditulis oleh Suar Suroso, seorang Indonesia yang bermukim lama di luar
negeri, yang karena latar belakang politiknya oleh Orde Baru diingkari
keberadaannya.
Cerita
seputar peristiwa 1965, PKI, ataupun kelompok kiri di Indonesia selalu menjadi
topik yang ‘seksi’ untuk disimak, menjadi daya tarik dan nilai jual tersendiri.
Terbukanya selubung gelap sejarah menjadi ekspektasi lebih ketika memulai
membaca buku yang ‘kekiri-kirian’. Saya menikmati sajian kisah sejarah PKI di
buku ini sampai-sampai lupa dengan ekspektasi awal untuk mencari beberapa
jawaban mengenai rentetan peristiwa pemanggilan para Jenderal pada 1 Oktober
1965 dini hari. Namun buku ini nampaknya memang tidak dimaksudkan untuk kembali
menjabarkan kronologis peristiwa pemanggilan para perwira tinggi TNI AD. Suar
Suroso melihat huru-hara tahun 65 itu dari sisi yang lain, memaksudkan konteks
perang dingin untuk menjelaskan penyebab layar gelap dalam sejarah Indonesia
tersebut.
Logika
yang berusaha dibangun melalui buku ini diawali dari penjelasan kondisi politik
dunia saat perang dingin, di mana Blok Barat dan Blok Timur yang saling berebut
pengaruh di negara-negara dunia ketiga. Kondisi ini dikerucutkan pada penyajian
fakta mengenai keterlibatan pemerintah AS dalam penggulingan-penggulingan
kekuasaan di beberapa negara untuk kemudian mendudukan pemerintahan baru yang
dapat dikontrol oleh AS. Dari sana kemudian ditarik benang merah dengan yang
terjadi di Indonesia, pecahnya peristiwa Gestok yang memicu tergulingnya
Soekarno dan diberangusnya PKI.
Kebijakan
luar negeri AS yang oleh Suar disebut-sebut sebagai politics of concealment dan politics
rollback ditengarai menjadi kebijakan awal yang menjadi akar permasalahan
peristiwa 65. Pelaksanaannya dikaitkan dengan aktivitas kelompok komunis di
Indonesia yang dilihat sebagai ancaman kepentingan AS. Latar belakang peristiwa
65 ini ditarik Suar jauh ke belakang yang nampaknya tidak terpilah mana
peristiwa yang dapat diajukan sebagai benang merah dan mana yang hanya berupa
kisah bagian dari perkembangan PKI. Cerita menarik justru pada pemaparan versi
lain dari sejarah perkembangan PKI sejak masih menjadi sempalan di Syarikat
Islam sampai tahun 1965. Dalam pemaparannya tidak jarang menyelipkan stereotype ‘Trotskis’
pada kelompok kiri lainnya yang ‘murtad’ dari PKI.
Saya
lebih suka untuk menyebut buku ini sebagai historiografi PKI dibanding jika
disebut sebagai salah satu versi dari penyingkapan seputar peristiwa Gestok.
Karena toh porsi di dalamnya lebih banyak memuat sejarah perkembangan PKI,
daripada berjibaku untuk menjelaskan dokumen-dokumen penting dan penerapannya sebagai
bukti otentik persekongkolan antara dinas intelijen AS dengan sekelompok
perwira di tubuh militer Indonesia sebagai dalang penggulingan Soekarno. Karena itu cukup disayangkan jika
pertautan itu cenderung tergeneralisir dan justru lebih banyak diarahkan pada
kiprah PKI yang membahayakan pihak barat, sehingga seakan-akan buku ini hanya
menjadi bentuk pembelaan Suar untuk partainya dulu.
No comments:
Post a Comment